BAB 3, Cara-cara
Mengamalkan Amalan batin
Sambungan
Bab 3
Di sini akan saya
huraikan cara-cara mujahadah terhadap penyakit hasad, dengki, pemarah dan gila
dunia.
Seb
elum itu akan dijelaskan bahwa dalam berusaha melawan nafsu itu, kita hendaklah menempuh tiga tingkat:
elum itu akan dijelaskan bahwa dalam berusaha melawan nafsu itu, kita hendaklah menempuh tiga tingkat:
1.
Takhalli (Mengosongkan atau membuang atau membersihkan)
2.
Tahalli (Mengisi atau menghiasi)
3.
Tajalli (Terasa kebesaran dan kehebatan Allah)
1. Takhalli
Di tingkat takhalli kita mesti melawan
dan membuang semua kehendak-kehendak nafsu yang rendah dan dilarang Allah.
Selagi kita tidak mahu membenci, memusuhi dan membuangnya jauh-jauh dari diri
kita, maka nafsu itu akan selalu menguasai dan menghambakan kita.
Sabda Rasulullah SAW:
Terjemahannya: Sejahat-jahat musuhmu
ialah nafsumu yang terletak di antara dua lambungmu.
(Riwayat Al Baihaqi)
Kerana kejahatannya itu telah banyak
manusia yang ditipu dan diperdaya untuk tunduk, bertuhankan hawa nafsu.
Itu dicerit
akan oleh Allah dengan firman-Nya:
Terjemahannya: Apakah tidak engkau
perhatikan orang-orang yang mengambil hawa nafsu menjadi Tuhan lalu dia
disesatkan Allah.
(Al Jaatsiah: 23)
Apabila nafsu dibiarkan
menguasai hati, iman tidak memiliki tempat. Bila iman tidak ada, manusia bukan
lagi menyembah Allah, Tuhan yang sebenar-benarnya tetapi menyembah hawa nafsu.
Oleh itu usaha melawan hawa nafsu jangan dianggap ringan. Itu adalah satu jihad
yang sangat besar. Ingatlah sabda Rasulullah SAW pada sahabat-sahabatnya ketika
pulang dari satu medan peperangan:
Terjemahannya: Kita baru
kembali dari satu peperangan yang kecil untuk memasuki peperangan yang lebih
besar. Sahabat bertanya, "Peperangan apakah itu?" Baginda berkata,
"Peperangan melawan hawa nafsu."
(Riwayat Al Baihaqi)
Melawan hawa nafsu sangat susah.
Mungkin kalau nafsu itu ada di luar jasad kita dan boleh kita pegang, mudahlah
kita menekan dan membunuhnya sampai mati. Tetapi nafsu kita itu ada di dalam
diri kita, mengalir bersama aliran darah dan menguasai seluruh tubuh kita.
Kerana itu tanpa kesedaran dan kemahuan yang sungguh-sungguh kita pasti
dikalahkan untuk diperalat sekehendaknya.
Seseorang yang dapat mengalahkan nafsunya akan meningkat ke taraf nafsu yang
lebih baik. Begitulah seterusnya hingga nafsu manusia itu benar-benar dapat
ditundukkan kepada perintah Allah.
Untuk lebih jelas akan saya sebutkan tingkat-tingkat nafsu manusia sebagaimana
iman itu pun bertingkat-tingkat. Saya sebutkan dari tingkat yang
serendah-rendahnya iaitu nafsu amarah, nafsu lawwamah, nafsu mulhamah, nafsu
mutmainnah, nafsu radhiah, nafsu mardhiah dan nafsu kamilah.
Kita yang berada pada tingkat iman ilmu, berada di taraf nafsu yang kedua yakni
nafsu lawwamah. Kita mesti berjuang melawan nafsu itu hingga tunduk sepenuhnya
kepada perintah Allah. Paling minimal mencapai nafsu mulhamah dan nafsu
mutmainnah, iaitu nafsu yang ada pada diri seseorang beriman ayan.
Di tingkat iman itu saja kita akan dapat menyelamatkan diri dari siksaan
Neraka. Itu dinyatakan sendiri oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
Terjemahannya: Hai jiwa yang tenang
(nafsu mutmainnah) kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi
diredhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku. Dan masuklah ke
dalam Syurga-Ku.
(Al Fajr 27-30)
Nafsu jahat dapat dikenal melalui sifat
keji dan kotor yang ada pada manusia. Dalam ilmu tasawuf, nafsu jahat dan liar
itu dikatakan sifat mazmumah. Di antara sifat-sifat mazmumah itu ialah sum’ah,
riya', ujub, cinta dunia, gila pangkat, gila harta, banyak bicara, banyak makan
dan mengumpat.
Sifat-sifat itu melekat pada hati seperti daki melekat pada badan. Kalau kita
malas menggosok sifat itu akan semakin kuat dan menebal pada hati kita.
Sebaliknya kalau kita rajin meneliti dan kuat menggosoknya maka hati akan
bersih dan jiwa akan suci.
Bagaimana pun membuang sifat mazmumah
dari hati tidaklah semudah membuang daki di badan. Hal itu memerlukan latihan
jiwa yang sungguh-sungguh, didikan yang terus menerus dan petunjuk yang
berkesan dari guru yang mursyid yakni guru yang dapat membaca dan menyelami
hati murid-muridnya hingga ia tahu apakah kekurangan dan kelebihan murid itu.
Malangnya di akhir zaman ini, kita tidak memiliki guru yang
mursyid.
Nasib kita hari ini seperti nasib anak-anak ayam yang kehilangan pedoman. Tidak
ada yang akan menunjukkan jalan kebaikan yang ingin kita tempuh. Meraba-rabalah
kita dalam kegelapan.
Tetapi bagi orang yang mempunyai
keinginan yang kuat untuk membersihkan jiwanya, ia tidak akan kecewa bila tidak
ada orang yang boleh mendidik dan memimpinnya. Ia akan sanggup berusaha demi
kesempurnaan diri dan hidupnya sendiri.
2. Tahalli
Tahalli bererti menghias, lawan kata
bagi takhalli. Sesudah kita mujahadah yakni mengosongkan hati dari sifat
terkeji atau mazmumah, kita mesti segera menghias hati dengan sifat-sifat
terpuji atau mahmudah.
Supaya mudah difahami mari kita gambarkan hati kita sebagai sebuah mangkuk.
Selama ini mangkuk itu berisi sifat-sifat mazmumah. Setelah kita mujahadah maka
sifat itu keluar meninggalkan mangkuk kosong. Waktu itulah kita masukkan ke
dalam mangkuk itu sifat mahmudah.
Di antara sifat-sifat mahmudah yang patut menghias hati kita ialah jujur,
ikhlas, tawadhuk, amanah, taubat, bersangka baik, takut pada Allah, pemaaf,
pemurah, syukur, zuhud, timbang rasa, redha, sabar, rajin, berani, lapang dada,
lemah lembut, kasih sayang sesama mukmin, selalu ingat mati dan tawakal.
Untuk menghias hati dengan sifat mahmudah kita sangat memerlukan mujahadah.
Saya tegaskan sekali lagi bahwa bila dalam tingkat mujahadah kita masih terasa
berat dan susah, maknanya belum ada ketenangan dan kelezatan yang sebenarnya.
Insya Allah kalau kita sungguh-sungguh, lama kelamaan akan beryatu dengan hati
kita dan akan terasalah lazatnya.
Cara-cara mujahadah dalam
tahalli sama seperti kita mujahadah untuk takhalli. Misalnya kita mahu mengisi
hati dengan sifat pemurah, maka kita mujahadah dengan mengeluarkan harta atau
barang kita terutama yang kita sukai dan sayangi untuk diberikan kepada yang
memerlukan. Awalnya tentu terasa berat dan susah tetapi janganlah menyerah.
Kita mesti melawan. Tanamkan dalam hati bagaimana orang-orang muqarrobin
berebut untuk mendapat pahala sedekah.
Sayidatina Aisyah r.a. di waktu tidak
memiliki apa-apa untuk dimakan, beliau mencuba untuk mendapatkan hanya sebelah
kurma untuk disedekahkan. Begitu besar keinginan mereka pada pahala dan rindu
kepada Syurga. Mereka berlomba-lomba menyahut pertanyaan Allah SWT:
Terjemahannya: Siapakah yang mahu
meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik nanti Allah akan melipat gandakan
(balasan) pinjaman itu untuknya dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.
(Al Hadid: 11)
Setiap kali kita merasa
sayang pada harta kita setiap itu pula kita mengeluarkannya. Insya Allah
lama-kelamaan kita akan memiliki sifat pemurah. Begitu juga dengan sifat-sifat
yang lain seperti kasih sayang, berani, tawadhuk, pemaaf, zuhud dan semua
sifat-sifat mahmudah yang lain perlu kita miliki. Untuk itu mesti bermujahadah.
Jika tidak, iman akan ikut tiada sebab iman berdiri di atas sifat-sifat
mahmudah.
3. Tajalli
Sebagai hasil mujahadah dalam takhalli
dan tahalli kita memperoleh tajalli iaitu sejenis perasaan yang datang sendiri
tanpa memerlukan usaha lagi.
Agak sukar untuk ditulis apa erti
tajalli sebenarnya, sebab merupakan sejenis perasaan (zauk) yang hanya mungkin
difahamkan oleh orang-orang yang merasakannya. Seperti manisnya gula, tidak
dapat digambarkan dengan tepat kecuali dengan merasakan sendiri gula tersebut.
Tajalli secara ringkas ialah perasaan
tenteram, tenang dan bahagia. Hati seakan-akan terbuka, hidup, melihat dan
merasa kehebatan Allah. Hati selalu teringat dan rindu pada Allah. Harapan dan
pergantungan tidak pada selain Allah. Seluruh amal bakti adalah kerana dan
untuk Allah semata-mata. Apa pun masalah hidup, dihadapi dengan tenang dan
bahagia. Kesusahan apa pun tidak terasa dalam hidupnya sebab semua itu
dirasakan sebagai pemberian dari kekasihnya, Allah SWT.
Akhirnya bagi orang-orang yang beriman, dunia ini sudah terasa bagai Syurga.
Kebahagiaan mereka adalah kebahagiaan sejati dan abadi iaitu kebahagiaan hati. Firman Allah:
Terjemahannya: Hari kiamat
iaitu hari di mana harta dan anak-anak tidak berguna kecuali mereka yang datang
menghadap Allah dengan hati yang selamat sejahtera.
(Asy Syuara': 88-99)
Setelah kita menghuraikan tentang
proses pembersihan hati, marilah kita melihat cara-cara untuk mujahadah
terhadap beberapa penyakit hati.
1. HASAD DENGKI
Hampir semua orang dihinggapi penyakit
hasad dengki. Cuma bezanya banyak atau sedikit, bertindak atau tidak. Bahkan
ulama-ulama pun terkena penyakit itu bahkan lebih berat lagi. Hasad dengki
membuat jiwanya menderita, kecewa dan sakit jiwa. Hatinya merasa tidak selamat
di dunia apalagi di akhirat.
Hadits telah menceritakan tentang enam golongan manusia yang akan tercampak ke
dalam Neraka dengan enam sebab. Salah satu dari mereka adalah ulama kerana
hasadnya.
Allah SWT menjelaskan tentang
orang-orang yang hasad dengki dalam surah Muhammad:
Terjemahannya: Atau apakah orang-orang
yang ada penyakit dalam hatinya mengira bahwa Allah tidak akan menampakkan kedengkian
mereka? Dan kalau Kami kehendaki niscaya Kami tunjukkan mereka padamu sehingga
kamu benar-benar dapat mengenal mereka dengan tanda-tandanya. Dan kamu
benar-benar akan mengenal mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka dan Allah
mengetahui perbuatan kamu.
(Muhammad: 29-30)
Tanda adanya hasad dengki
dalam diri kita ialah apabila orang lain mendapat kejayaan, maka kita akan
sakit hati dan bila orang lain mendapat bencana kita akan merasa senang.
Bahaya hasad dengki adalah
seperti apa yang disabdakan oleh Rasulullah SAW:
Terjemahannya: Sesungguhnya
hasad itu memakan amalan kebaikan seperti api memakan ranting kayu kering.
Bila kita saling hasad dengki, kita
akan hina-menghina, fitnah-memfitnah, benci-membenci, dendam-mendendam, jahat
sangka dan mengadu domba. Kesemuanya akan mendatangkan dosa-dosa dan
menghapuskan kebaikkan lainnya.
Seseorang yang membiarkan dirinya berada dalam hasad
dengki adalah penjahat dan perosak serta pemecah-belah persaudaraan antara
manusia. Dia juga seorang yang paling biadab dengan Allah SWT. Sedar atau
tidak, dia sebenarnya benci kepada Allah. Walau sebanyak apa pun solatnya,
puasanya, hajinya dan hebat perjuangannya tetapi di sisi Allah tetaplah dia
ahli Neraka.
Pernah sahabat-sahabat
bertanya Rasulullah SAW:
Terjemahannya: Sesungguhnya
ada seorang wanita yang berpuasa siang harinya dan di malam harinya shalat
tahajjud tetapi selalu menyakiti tetangga dengan lidahnya. Jawab baginda
Rasulullah: "(Tidak ada kebaikan lagi baginya) dia adalah ahli
Neraka."
Orang yang banyak bertahajjud dan
berpuasa sunat pun masuk Neraka kerana hasad dengki, apalagi kita yang tidak
bertahajjud, puasa sunat, masih cinta dengan hasad dengki dan
umpat-mengumpat.
Kalau betul kita beriman kepada Allah dan takut akan Neraka, insaflah akan
kejahatan hati kita itu dan marilah kita memperbaikinya dengan melakukan
mujahadatunnafsi.
Allah berfirman:
Terjemahannya: Hai orang yang beriman,
janganlah satu kaum menghina kaum yang lain (kerana) boleh jadi mereka (yang
dihina) lebih baik dari mereka (yang menghina) dan janganlah pula wanita-wanita
menghina wanita-wanita lain (kerana) boleh jadi wanita (yang dihina) itu lebih
baik dari mereka (yang menghina) dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan
gelaran yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk
sesudah iman (seperti hai fasik, kafir dan lain lain) dan barangsiapa yang
tidak bertaubat maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
(Al Hujurat: 11)
Terjemahannya: Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah dari banyak prasangka. Sesungguhnya
sebahagian dari prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari
kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu mengumpat sebahagian yang
lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah
mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Menerima Taubat lagi Maha Penyayang.
(Al Hujurat: 12)
Begitulah pujukan Allah pada kita
supaya kita tidak lagi hasad dengki, mengumpat dan buruk sangka.
Langkah-langkah yang mesti
kita lakukan untuk mujahadah terhadap hasad dengki diantaranya ialah:
- Setiap kali orang
yang kita dengki itu memperoleh kejayaan,
kita kunjungi dia untuk mengucapkan tahniah (selamat) dan
bergembira bersamanya. Sebaliknya apabila orang itu
mendapat bencana, kita kunjungi juga untuk mengucapkan
takziah(turut berduka) dan ikut bersedih bersamanya.
- Sanjung dan
pujilah kebaikan dan keistimewaan orang yang
kita hasad dengki itu di belakangnya dan kalau ada kesalahan
dan
keburukannya kita rahsiakan.
- Selalu datang
dan berilah hadiah kepada orang yang kita
dengki itu.
- Kalau ada
orang mencuba menjatuhkan orang yang kita dengki
itu, kita mesti membelanya. Jangan melayani orang atau
syaitan yang hendak merosakkan mujahadah kita.
- Berdoalah
pada Allah SWT agar memudahkan kita mengubati
penyakit dengki yang ada dalam diri kita itu.
Ingatlah selalu firman-Nya:
Terjemahannya: Dan mereka yang
bermujahadah pada jalan Kami niscaya Kami tunjukkan jalan-jalan Kami itu.
(Al Ankabut: 69)
Timbulnya hasad dengki kita pada
seseorang adalah kerana orang itu mempunyai keistimewaan dan kelebihan yang
lebih daripada apa yang ada pada diri kita. Bila kita terasa orang itu telah
mengalahkan kita dalam perjuangan atau perlombaan maka datanglah rasa dengki
itu. Sebaliknya tidak akan terjadi begitu, kalau kita beriman dengan Allah,
yakin akan keadilan-Nya mengatur pemberian kepada hamba-hamba-Nya, kita tidak
akan merasa dengki lagi.
Firman Allah:
Terjemahannya: Janganlah kamu iri hati
terhadap apa yang dikurniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari
sebagian yang lain.
(An Nisa’: 32)
Allah yang melebihkan dan mengurangkan pemberian-Nya kepada seseorang. Dan
Allah Maha Adil atas pemberian yang lebih dan kurang itu. Dia bermaksud menguji
kita. Siapa yang sedar bahwa dirinya adalah hamba, ia akan senantiasa bersyukur
pada nikmat yang diperoleh, redha dengan takdir dan sabar menghadapi ujian.
Dalam hadits Qudsi Allah berfirman:
Terjemahannya: Barangsiapa tidak redha terhadap takdir yang terjadi dan tidak
sabar terhadap bala (cubaan) dari-Ku, maka carilah Tuhan selain Aku.
(Riwayat: At Tabrani)
Dalam Al Quran Allah berfirman:
Terjemahannya: Dialah yang menjadikan
mati dan hidup supaya Dia menguji kamu siapa antara kamu yang lebih baik
amalnya dan Dia maha Perkasa lagi Maha Pengampun.
(Al Mulk: 2)
Itulah maksud Allah menjadikan hidup yang sementara.
Firman-Nya lagi:
Terjemahannya: Sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dari setitis mani yang bercampur yang Kami hendak
mengujinya (dengan perintah dan larangan) kerana itu Kami jadikan dia mendengar
dan melihat.
(Al Insan: 2)
Kalau Allah melebihkan seseorang dari kita, ertinya Allah mahu menguji apakah
kita sabar dan redha dengan kekurangan yang Allah takdirkan. Dan kalau Allah
melebihkan kita daripada seseorang, ertinya Allah mahu menguji kita, apakah
kita bersyukur terhadap nikmat itu atau sebaliknya sombong, bongkak, dan lupa
diri sebagai hamba Allah.
Kalau begitu mengapa hasad dengki? Kalau kita masih hasad dengki ertinya kita
tidak redha dengan Allah. Kita tidak senang dengan peraturan-Nya dan tidak
menerima kehendak-Nya. Sebab itu orang yang hasad dengki bukan saja bermusuhan
dengan orang lain tetapi juga bermusuhan dengan Allah. Biadab dengan manusia
dan biadab dengan Allah maka layaklah menjadi ahli Neraka.
2. PEMARAH
Sifat pemarah berasal dari sifat
sombong (ego). Semakin besar ego seseorang itu semakin besar pemarahnya. Itu
berkaitan pula dengan kedudukan seseorang.
Kalau tinggi kedudukannya, besar pangkatnya, banyak hartanya, ramai pengikutnya
maka makin tinggi egonya dan pemarahnya makin menjadi-jadi. Sebaliknya
seseorang yang rendah taraf kedudukannya akan kurang rasa egonya, maka kurang
juga sifat pemarahnya.
Lihatlah perbezaan antara seorang ayah dengan anaknya. Jarang kita dengar bahwa
anak memarahi ayah. Yang selalu terjadi adalah ayah memarahi anak. Atau antara
tuan rumah dengan pembantunya. Tidak pernah pembantu marah pada tuannya tetapi
tuan sering marah pada pembantunya. Atau seperti murid dengan guru. Murid tidak
pernah marah pada gurunya tetapi guru sering marah pada muridnya.
Sebagai contoh yang lain, ketua pejabat dengan pegawainya. Jarang pegawai marah
pada 'boss'nya tetapi boss sering marah pada anak buahnya. Begitulah seterusnya.
Jarang kita temui seorang ayah, guru, ketua pejabat, tuan rumah dan seorang
pemimpin yang tidak bersifat pemarah terhadap orang-orang di bawah mereka.
Pendeknya sifat pemarah itu ada pada setiap diri kita seperti halnya hasad
dengki. Pemarah adalah sifat mazmumah yakni sifat terkeji. Pemarah boleh
memecah-belahkan hati manusia. Sebab itu seorang yang pemarah adalah seorang
yang biadab terhadap Allah SWT.
Kenapa mesti marah? Cuba kita renungkan sebuah syair gubahan seorang mujahid:
Takdir Allah sudah putus dan keputusan
Allah sudah terjadi. Istirihatkan hati dari kata-kata 'barangkali' dan 'kalau'.
Setiap kesalahan dan kelemahan manusia pada kita adalah ujian Allah untuk kita.
Allah mahu melihat siapa yang mampu menahan rasa malunya kepada Allah sambil
mengucapkan,"Innalillahi wa inna ilaihi raji’uun." Mari kita lihat
bagaimana tindakan seorang mukmin sejati terhadap takdir-takdir buruk yang
menimpa hidupnya:
Ahnaf bin Qais adalah seorang yang lemah lembut. Beliau ditanya orang, dengan
siapakah beliau belajar berlemah lembut itu?
Ahnaf menjawab: Dengan Qais bin
Asim, iaitu pada suatu hari ketika Qais bin Asim sedang beristirahat
masuklah jariahnya (hamba) membawakan Qais panggang besi berisi daging panggang
yang masih panas. Belum sempat diletakkan di depan Qais tanpa sengaja besi
pemanggang itu jatuh menimpa anak kecil Qais. Anak itu menjerit-jerit
kesakitan dan kepanasan hingga meninggal dunia.
Qais dengan tenang melihat kejadian yang menyayat hati itu dan berkata kepada
hamba yang pucat mukanya, "Aku bukan saja tidak marah kepada kamu, tetapi
mulai hari ini aku memerdekakan kamu."
"Begitulah sopan santun dan lemah
lembutnya Qais bin Asim," kata Ahnaf bin Qais mengakhirkan ceritanya.
Bukannya Qais tidak sayang pada anaknya tetapi hatinya senantiasa melihat
pengaturan Allah dan senantiasa merasakan setiap kejadian adalah takdir dari
Allah. Ia senantiasa sabar dengan Allah, redha dengan Allah serta merasa
kehambaan pada Allah. Rasa malu, hina dan takut dengan kekuasaan Allah membuat
Qais tenang menghadapi kematian anak yang disebabkan kelalaian hambanya.
Hati Qais memandang kejadian
itu sebagai ujian Allah ke atas dirinya. Barangkali untuk penghapusan dosa atau
untuk mengangkat derajatnya di sisi Allah SWT. Kerana itu hatinya tenang. Dia
(Qais) redha dengan ujian itu malah dengan ujian itu ia merasakan mendapat
peluang untuk mendekatkan lagi hatinya pada Allah SWT. Sebab itu dia tidak
nampak lagi kesalahan hambanya.
Bukan saja dia tidak marah
bahkan merasa kasihan pada jariah yang ketakutan itu, memaksa Qais untuk
membebaskan hambanya. Dia hanya nampak ketentuan Allah yang wajib diterima
tanpa tanya jawab (alasan) dan tanpa 'kalau' lagi. Demikianlah rasa kehambaan
yang menghias hati dan roh Qais, seorang yang cukup berakhlak terhadap Allah
SWT dan terhadap manusia (hambanya).
Demikianlah rasa marah itu
lahir dari perasaan 'ketuanan' yang ada dalam hati kita. Kita merasa kita yang
lebih besar, lebih mulia, lebih hebat dari orang lain. Tanpa
perasaan-perasaan itu tidak mungkin kita menjadi pemarah. Kita akan berlemah
lembut, memaafkan kesalahan orang dan bertimbang rasa dengan sesama manusia.
Sesama manusia mempunyai asal
yang sama. Kita datang ke dunia melalui jalan yang gelap, lubang kencing yang
hina tanpa sedikitpun harta, dalam keadaan busuk, amis, bodoh, dungu, tuli,
bisu, buta, lemah dan hina sekali.
Firman Allah:
Terjemahannya: Dan Allah mengeluarkan
kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun dan Dia
memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati. Moga-moga kamu bersyukur.
(An Nahl: 78)
Kemudian Allah juga
mencantikkan kita dan memberi sedikit kelebihan. Kepandaian dan keistimewaan
itu Allah pinjamkan sebentar saja. Tujuannya supaya kita dapat beribadah dan
berbakti menurut kehendak-Nya (bersyukur). Bukan supaya kita merasa lebih
mulia, lebih hebat, hingga datang perasaan-perasaan sombong, riya', bengis dan
pemarah kepada orang lain yang agak kurang dari kita.
Sebaiknya bila kita merasa mempunyai kelebihan, kita menjadi takut pada
Allah. Takut kalau nikmat itu digunakan secara salah sehingga derhaka kepada
Allah Taala dan berdosa pada manusia. Takut kalau nikmat itu menjadikan hati
kita merasa 'tuan' sehingga timbul sifat ego yang besar, yang akan
melahirkan bermacam-macam mazmumah yang sangat dibenci oleh Allah. Firman-Nya:
Terjemahannya: Dalam hati mereka
terdapat penyakit kemudian Allah tambahkan penyakit mereka.
(Al Baqarah: 10)
Kita mesti mengubati penyakit hati kita. Ertinya kita mesti membuang rasa
'ketuanan' kita iaitu dengan melakukan mujahadatunnafsi.
1. Mula-mula kita mesti rasa malu kepada Allah. Perbandingannya adalah kalau
ada orang penting di rumah kita, sanggupkah kita memarahi isteri kita di depan
orang itu? Tentu tidak. Terlebih lagi terhadap Allah, kerana Allah senantiasa
melihat bahkan senantiasa bersama kita.
Kalau kita yakin akan hal itu tentu
kita tidak akan menjadi pemarah sebab kita tahu Allah tidak suka kita menjadi
pemarah. Rasa malu dan takut kepada Allah akan membuat kita senantiasa
berlemah-lembut dan memaafkan kesalahan orang kepada kita.
2. Bila datang rasa hendak marah, maka katakan pada diri kita,"Ya Allah,
aku tahu pemarah itu adalah hina di sisiMu. Tolonglah pelihara diriku dari
kejahatan nafsu dan selamatkan aku dari api Neraka."
3. Sesudah itu kita diam. Jangan marah tetapi banyakkan zikir dan ingat
kebesaran Allah. Allah Tuhan yang Maha Besar itu pun bersifat sangat pemaaf.
Kalau begitu layakkah kita menjadi pemarah? Bukankah kita hamba yang hina dina?
4. Kita harus insaf bahwa setiap manusia termasuk diri kita sendiri, memiliki
kelemahan dan kekurangan. Kalau hari ini orang bersalah pada kita, maka tidak
mustahil bahwa satu saat nanti kita akan bersalah dengan orang lain.
Kalau kita bersalah kita tidak suka
orang lain memarahi kita. Begitulah juga kalau orang lain yang bersalah dengan
kita, dia tentu tidak suka kalau dimarahi. Karena itu tegurlah dengan lemah
lembut dan kasih sayang.
Firman Allah:
Terjemahannya: Maka katakanlah (hai
Musa dan Harun) kepadanya (Firaun) dengan kata-kata yang lemah lembut
mudah-mudahan ia ingat dan takut
(Thaha: 44)
Sebegitu jahat dan kufurnya Firaun terhadap Allah, namun Allah masih
perintahkan kepada Nabi-Nya supaya berlemah lembut. Sebab hanya dengan lemah
lembut, hati manusia menjadi lembut, insaf dan takut.
Sebaliknya kalau kita kasar bukan saja
orang yang lain tidak menerima teguran kita bahkan dia akan benci dengan
kekerasan kita. Di sisi Allah kekerasan kita akan tercatat. Dan di sisi Allah
kita akan tercatat sebagai orang yang tidak berakhlak dan tidak berhikmah,
padahal Allah memerintahkan kita supaya berhikmah:
Terjemahannya: Serulah
(semua manusia) kepada Tuhanmu dengan hikmah (bijaksana) dan pengajaran yang
baik dan berhujjahlah dengan mereka secara yang paling baik.
(An Nahl: 125)
3. GILA DUNIA
Gila dunia adalah penyakit hati atau
satu mazmumah yang menghalangi kita untuk mendekatkan hati dengan Allah (yakni
menghalang untuk mencapai darjat kerohanian yang tinggi).
Seorang pencinta dunia adalah seorang
yang hatinya dipenuhi keinginan untuk meluaskan serta memperbanyak ketinggian dan
kekayaan di dunia sehingga fikirannya senantiasa bekerja untuk tujuan itu dan
secara lahir ia bekerja keras untuk itu.
(Dunia ialah segala sesuatu
yang tidak ada manfaatnya untuk Akhirat. Sebaliknya perkara apa saja yang boleh
digunakan untuk akhirat maka tidak lagi disebut dunia).
Lawan dari penyakit gila dunia adalah sifat zuhud yaitu hati yang tidak
memiliki keinginan kepada sesuatu yang tidak bermanfaat untuk akhirat.
Firman Allah:
Terjemahannya: Itulah negara Akhirat
(syurga) yang Aku jadikan (syurga itu) untuk orang-orang yang tidak
menginginkan ketinggian dan kerusakan di muka bumi ini.
(Al Qashash: 83)
Hati yang tidak memiliki
keinginan untuk menjadi 'tuan' dan tidak pula ingin untuk melakukan kejahatan
(kerosakan) di dunia, itulah hati yang selamat dan itulah hati penghuni
syurga.
Firman Allah:
Hari Qiamat (hari manusia
meninggalkan dunia) adalah hari di mana harta dan anak-anak tiada memberi
manfaat kecuali mereka yang datang menghadap Allah membawa hati yang selamat.
(Asy Syuara’: 88-89)
Mungkin kita bertanya,"Bagaimana
saya bisa membuang keinginan kepada dunia yang indah?" Sebab kita hidup di
kelilingi oleh tarikan dunia yang amat menarik dan hati kita pun sangat cinta
padanya?
Pertama, ketahuilah bahwa di dunia ini ada yang diharamkan dan wajib kita
jauhi. Selain itu ada yang dihalalkan dan tidak berdosa kalau diambil
asalkan tidak berlebih-lebihan atau lebih dari keperluan.
Rasulullah SAW pernah menyatakan benci
kepada dunia, karena dua perkara.
Sabda baginda:
Terjemahannya: Halalnya akan
dihisab dan haramnya disiksa (dalam Neraka).
Satu hari ketika baginda
berjalan bersama sahabat-sahabat, terlihat oleh Rasulullah seekor bangkai
kambing. Baginda bertanya kepada sahabat, "Mengapa bangkai itu dibuang
oleh tuannya?"
Sahabat menjawab,
"Kerana ia tidak berguna lagi maka ia dibuang dan tidak dihiraukan oleh
tuannya."
Maka bersabda Rasulullah SAW:
"Demi Allah yang menguasai diriku,
maka dunia itu lebih rendah pada pandangan Allah daripada bangkai kambing pada
pandangan tuannya."
Seterusnya baginda bersabda:
"Dunia itu terkutuk dan
terkutuk pula apa-apa yang ada di dalamnya kecuali yang digunakan untuk mencari
keredhaan Allah."
Kerana itu ketahuilah bahwa mengambil
dunia lebih dari keperluan atau bukan untuk mencari keredhaan Allah adalah
tidak sunnah hukumnya. Dunia akan menjadi hijab antara kita dengan Allah yakni
akan membutakan hati dan memisahkan kita dari Allah.
Bagi orang yang menyedari hakikat itu
tentu mereka tidak cinta lagi kepada dunia. Dunia yang nampaknya indah itu
ternyata buruk sifatnya. Ibarat bunga hiasan plastik, rupa dan warnanya sungguh
menarik hati tetapi tidak ada baunya. Atau ibarat perempuan cantik yang jahat
tingkah lakunya tentu tidak ada gunanya.
Sebagai orang awam yang
tidak kenal sifat dunia ini, tentu kecantikan dunia akan menawan hati kita.
Tetapi bagi bijak pandai, iaitu orang-orang arif seperti Nabi dan Rasul, para
muqarrobin dan solihin, mereka sangat kenal pada dunia ini, terutama tentang
keburukan dan kehinaannya. Sebab itu mereka zuhud terhadapnya. Mereka mengambil
sebagian dari dunia, yaitu yang tidak boleh tidak mesti diambil. Selebihnya
adalah seperti najis pada mereka, sebab itu mereka membuangnya.
Tugas kita sekarang adalah mujahadah dengan nafsu gila dunia itu. Kita lawan
keinginan rendah itu hingga ia tewas. Barulah keinginan kita kepada Allah dan
hari Akhirat akan timbul dan menyala dalam dada kita.
Langkah-langkah yang perlu diambil
antaranya:
- Harta, wang, pakaian,
makanan, kenderaan, tempat tempat
tinggal dan
lain-lain kekayaan kita yang halal, yang kita
letakkan di
bank selama ini hendaklah kita gunakan untuk
mencari
keredhaan Allah.
- Kedudukan kita, jabatan,
pangkat, nama yang masyhur,
pengaruh dan
ketinggian apa saja yang memungkinkan kita
merasa 'tuan'
di dunia ini hendaklah digunakan untuk
mencari
keredhaan Allah, baik untuk menegakkan hukum
Allah,
menggiatkan dakwah Islamiah, berlaku adil dan ikhlas
dalam mengatur
kegiatan dakwah serta membuka peluang-
peluang untuk Islam
dan umatnya.
- Hentikan dari
usaha-usaha mencari kekayaan dan ketinggian
dunia hanya
karena keindahan duniawi tetapi arahkan usaha
itu kepada
agama Allah untuk negara Akhirat yang kekal
abadi.
- Bagikan isi dunia yang
datang pada kita untuk hamba-hamba
Allah yang
lebih memerlukannya.
- Kosongkan hati kita dari
keinginan kepada kekayaan dan
ketinggian
duniawi.
- Mohonlah selalu hidayah
dan taufik dari Allah agar kita
menjadi
seorang yang zahid yang berilmu, menolak dunia
kerana Allah
sebagaimana telah yang disunnahkan oleh
junjungan
mulia Muhammad SAW.
Sabda baginda:
Dua rakaat solat seorang alim yang
hatinya zuhud lebih baik dan lebih disukai Allah dari ibadah orang-orang abid
yang dilakukan selama umur dunia kerana ibadah tanpa ilmu tiada bernilai.
Firman Allah SWT:
Terjemahannya: Dijadikan indah pada
(pandangan) manusia berbagai keinginan kepada wanita-wanita, anak-anak, harta
yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan
sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah lah tempat
kembali yang baik (Syurga).
Katakanlah, mahukah aku khabarkan kepadamu apa yang lebih
baik dari yang demikian itu. Untuk orang-orang yang bertaqwa terhadap Tuhan
mereka ialah Syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di
dalamnya. Dan (ada pula) isteri-isteri yang disucikan serta mendapat keredhaan
Allah dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.
Mereka itu selalu berdoa, "Ya Tuhan kami sesungguhnya
kami telah beriman maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari
siksa Neraka."
(Ali Imran: 14-16)
Bersabda Rasulullah SAW maksudnya:
Sesungguhnya Allah suka memberi
keduniaan dengan sebab amalan Akhirat tetapi kalau amalnya khusus untuk dunia
maka tidak akan diberi Akhirat.
No comments:
Post a Comment